Serahkan Sertifikat Merek dan KI Komunal, Kadivyankumham Harapkan Kreativitas dan Produktivitas Semakin Meningkat

AFB49950 0236 45B1 BF83 45BB5839381A

 

 

MAGELANG - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, melalui Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Jawa Tengah, Anggiat Ferdinan menyerahkan Sertifikat Merek "Upanat Barabudur", Kamis (19/10)

 

Sertifikat itu diberikan kepada perwakilan Balai Konservasi Borobudur, selaku pemilik dan pendaftar merek tersebut.

 

Penyerahan dilakukan bersamaan dengan digelarnya, Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ”Optimalisasi Pelestarian Warisan Dunia pada Destinasi Pariwisata Super Prioritas Borobudur Melalui Pelindungan Kekayaan Intelektual Sandal Upanat", yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, di Grand Artos Hotel & Convention Magelang.

 

Kadiv Yankumham mengharapkan, sertifikat ini bisa menjadi pemicu kreativitas dan produktivitas Balai Konservasi Borobudur, untuk lebih banyak melahirkan kreasi dan produk yang berpotensi sebagai Kekayaan Intelektual, bernilai ekonomis yang tinggi dan mencerminkan warna budaya Kabupaten Magelang.

 

"Semoga dengan sertifikat ini, bisa menjadi motivasi rekan-rekan untuk lebih kreatif dan produktif, melahirkan kreasi dan karya cipta," tutur Anggiat.

 

"Tentu harapan, semakin banyak juga karya-karya yang bisa didaftarkan atau dicatatkan sebagai sebuah Kekayaan Intelektual, yang nantinya mampu berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian daerah dan negara".

 

"Sekaligus bisa menjadi cermin, menjadi wajah budaya daerah, khususnya di Kabupaten Magelang," imbuhnya.

 

Selain itu, Kadivyankumham akan mendorong Sandal Upanat mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual lainnya.

 

Disinilah kita bersama-sama dapat melihat berbagai macam potensi Sandal Upanat yang dapat didaftarkan sebagai kekayaan intelektual," ungkap Anggiat saat memberikan sambutan dalam FGD tersebut.

 

"Diantaranya, ide penciptaan Sandal Upanat dapat dicatatkan sebagai Hak Cipta. Desain dari Sandal Upanat dapat didaftarkan sebagai desain industri".

 

"Aktivitas perdagangan Sandal Upanat membutuhkan merek dagang. Dapat didaftarkan sebagai merek komunal, dan potensi kekayaan intelektual lainnya yang dapat kita gali lebih lanjut," imbuhnya.

 

Tak hanya itu, Anggiat yang didampingi Kepala Bidang Pelayanan Hukum Agustinus Yosi Setyawan dan Kepala Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Tri Junianto, juga menyerahkan sertifikat pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal Ekspresi Budaya Tradisi, berupa Tradisi Saparan Gunung Andong dan Upacara Tradisional Gunungan Lentheng, kepada Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Magelang.

 

Terkait Sandal Upanat, dilansir dari situs resmi Kemendikbudristek, produk tersebut merupakan alas kaki yang terbuat dari anyaman daun pandan. 

 

Dari hasil kajian, disimpulkan bahwa penggunaan sandal khusus untuk naik ke Candi Borobudur dapat berpengaruh pada upaya mencegah peningkatan tingkat keausan batu candi khususnya pada bagian batu tangga dan batu lantai. 

 

Dari hasil uji gesekan diketahui bahwa jenis material bahan spon batu dengan tingkat kekerasan yang lebih rendah dibandingkan jenis spon batu, mempunyai dampak keausan yang rendah.

 

Saat ini, Balai Konservasi Borobudur (BKB) telah mewajibkan setiap pengunjung Candi Borobudur untuk memakai Sandal Upanat.

 

Penggunaan Sandal Upanat merupakan upaya untuk mengurangi resiko korosi atau keausan batu akibat gesekan yang terjadi dari pasir yang terbawa alas kaki para pengunjung. 

 

Sementara, Upacara Tradisional Gunungan Lentheng adalah tradisi yang sudah berjalan sejak tahun 1.700-an, yang rutin dilaksanakan setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Gunung Bakal Desa Sumberarum Tempuran Kabupaten Magelang.

 

Saparan Gunung Andong sendiri, merupakan tradisi ungkapan syukur atas hasil panen dari tanaman sayuran dan palawija. 

 

Masyarakat di kaki Gunung Andong, tepatnya di Dusun Mantran Wetan,  Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang menggelar merti desa atau yang sering dikenal dengan istilah “Saparan”. 

 

Tradisi ini biasanya digelar  bertepatan  pada hari Rabu Pahing (penanggalan Jawa) di bulan Sapar.

 

Kegiatan merti tersebut merupakan ungkapan atas keberhasilan panen berupa aneka jenis sayuran yang melimpah dan saat ini harga-harga sayuran juga relatif cukup tinggi, sehingga  masyarakat Mantran Wetan diberi kelimpahan.

 

@kemenkumhamri

#KumhamSemakinPASTI 


Cetak   E-mail