Anggota Dharma Wanita Kanwil Jateng Ikuti Penyuluhan Hukum UU No.23 Thn 2004 tentang Penghapusan KDRT

KDRT-01SEMARANG – Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan suatu perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Banyaknya kasus KDRT di masyarakat sering terjadi tetapi banyak korban yang kebanyakan perempuan enggan melaporkan, perlu mendapatkan pemahaman tentang tindak KDRT ini.

Hal itu yang disampaikan narasumber Kompol Dewi Sulistianingsih dalam Penyuluhan Hukum terkait Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, yang diikuti oleh 40 anggota Dharma Wanita Kanwil Kemenkumham Jateng yang berlangsung siang ini (28/10) di aula Kanwil Jateng. Menurutnya, KDRT dapat dilihat dari dua lingkup, yaitu yang pertama orang-orang yang mempunyai hub keluarga krn hub darah: perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian yang menetap dalam rumah tangga. Dan lingkup yang kedua yaitu orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut orang yang bekerja sudah dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama dalam rumah tangga yang bersangkutan. Dengan kata lain kekerasan kepada pembantu rumah tangga dapat dikategorikan sebagai KDRT. Korban KDRT dapat melapor langsung ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak pada POLSEK/ POLRES/ POLRESTABES setempat atau bisa langsung ke POLDA/ MABES dan pelaporan dapat diwakilkan oleh orang tua, wali, pengasuh, anak yang bersangkutan. Korban diutamakan akan ditangani oleh penyidik Polwan yang sudah terlatih. Kebanyakan korban enggan melaporan dikarena banyak sebab antara lain adanya rasa takut, tidak ada tempat untuk berlindung, rasa bersalah, keyakinan akan agama dan budaya, harapan keadaan akan berubah, dan anak takut kehilangan orang tua. Korban KDRT berhak mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, advokat, dan lembaga sosial. POLRI wajib memberikan perlindungan 1 x 24 jam dan perlindungan maksimal tujuh hari sejak korban diterima.

Lebih lanjut narasumber dari Polrestabes Semarang tersebut menyampaikan tindak KDRT meliputi kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik berupa perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka. Sedangkan kekerasan psikis perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan utk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.Banyakfaktor yang dapat memicu terjadinya KDRT, diantaranya masalah keuangan, kecemburuan, problem suami istri, perebutan hak asuh anak dan ketimpangan ekonomi suami istri. Seyogyanya suami istri dapat menyadari akan hak dan kewajibannya masing-masing.

Mengenai ketentuan pidana terhadap pelaku KDRT, narasumber menjelaskan untuk pelaku kekerasan fisik dapat diancam pidana penjara sampai lima tahun denda 15 juta rupiah, melakukan kekerasan fsikis dapat dipidana penjara tiga tahun denda sembilan juta rupiah, dan untuk pelaku kekerasan seksual dapat ancaman pidana penjara 12 th atau denda 56 juta rupiah.

Selain Kompol Dewi Sulistianingsih, sebagai narasumber lainnya adalah Siti Yulianingsih (Kasubid HAM Kanwil Kemenkumham Jateng).

 KDRT-02

KDRT-03

 

KDRT-04jpg

KDRT-05

KDRT-06

KDRT-07

KDRT-08

 

Humas Kanwil Jateng


Cetak   E-mail