SEMARANG - Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) bukan sekedar kontestasi, bukan hanya pemenuhan data dukung dan bukan semata-mata hanya untuk meraih penghargaan.
Penegasan ini disampaikan Kepala Kanwil Kemenkumham Jateng, Tejo Harwanto, yang diwakili Kepala Divisi Administrasi, Anton Edward Wardhana dalam arahannya pada kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang berlangsung di Aula Kresna Basudewa Kantor Wilayah, Rabu (25/09)
"Namun Pembangunan Zona Integritas adalah bagaimana membangun budaya kerja yang lebih berintegritas dengan pimpinan menjadi _role model_," jelas Anton.
"Dengan melaksanakan pembangunan Zona Integritas berarti orientasi kinerja Bapak Ibu adalah menciptakan peningkatan pelayanan publik dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme".
"Implementasinya, penuhi data dukung LKE dan RKT, evaluasi pelayanan dengan melakukan survey kepada masyarakat, melaksanakan 6 area perubahan serta menciptakan inovasi yang tepat guna dan tepat sasaran," imbuhnya.
Ada 13 Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Perwakilannya yang mengikuti kegiatan ini. Kesemuanya merupakan UPT yang sedang lolos seleksi Pembangunan Zona Integritas tahap akhir.
Kepada mereka, Kadivmin mengungkapkan beberapa hal yang menambah peluang keberhasilan mencapai WBK dan WBBM.
"Pertama, pastikan tindak lanjut hasil pengawasan dari APIP dan BPK telah selesai 100 persen," ungkap Anton.
"Pastikan hasil evaluasi penerapan SAKIP minimal “B” untuk menuju WBK dan minimal “BB” untuk menuju WBBM serta pastikan tingkat kepatuhan penyampaian LHKPN dan LHKASN".
"Kemudian, tingkatkan komitmen dan pemahaman pimpinan serta pegawai terkait Pembangunan Zona Integritas," tambahnya.
Kadivmin juga menegaskan pentingnya kualitas implementasi dari komponen pengungkit dan data dukung, inovasi, pemanfaatan hasil survei sebagai bahan evaluasi kinerja pelayanan serta peningkatan kinerja.
Penutup, Kadivmin berharap melalui kegiatan ini, UPT semakin paham Sistem Akuntabilitas Kinerja, paham mengenai _cascading_ kinerja.
"Mulai dari visi misi Presiden, kemudian turun menjadi Rencana Strategis Kementerian, turun menjadi Perjanjian Kinerja Kepala Kantor Wilayah kepada Pimpinan Eselon 1 dan diturunkan kembali menjadi Perjanjian Kinerja Kepala UPT dan seterusnya sampai level jajaran paling bawah," jelas Anton.
"Jangan sampai Kepala UPT tidak paham mengenai pohon kinerja dan cara mengukur capaian kinerjanya".
"Akuntabilitas Kinerja merupakan hal krusial, karena berpotensi akan ditanya oleh evaluator dari Kemenpan RB maupun dari Inspektorat Jenderal," pungkasnya mengakhiri.
Kegiatan dilanjutkan dengan pendampingan oleh Biro Perencanaan dalam menyusun SAKIP, Pohon kinerja dan capaian kinerja.